Entri Populer

Senin, 14 Maret 2011

Kajian 06 Dengarlah Keluhanku



Disampaikan pada Majelis Dzikrullah
Oleh: Arif Budi utomo


Pengantar Tulisan ini menanggapi pertanyaan Sdr. Kadis-kadis; yang mengusung pertanyaan; 'Tolak ukurnya apa? Berbuat sesuatu itu bekerja karena daya nafsu atau daya dari Allah?'. Sekaligus juga menyambung pembicaraan dengan Bpk. Riano Putra per telpon. Di hantarkan dengan gaya bercerita, Insyaallah dalam beberapa tulisan.

Mengapa Begini Mengapa Begitu..?.
BLARR… RR… RR..!!.Bagai gelombang Tsunami yang menggilas kota Sindai di Jepang. Ketika air bah menerjang apa saja di hadapannya, menjungkir balikan yang menghadangnya; mobil-mobil terlempar kesana kemari, tak berdaya berada dalam genggaman, 'Tangan-tangan Tuhan!'. Begitulah kejadiannya; ketika sekelompok manusia bagai air bah menjungkir balikan apa saja di hadapannya, dengan tongkat di tangan dan teriakan 'Allahu Akbar..!'; menghancurkan apa saja yang menghadang; meja, kursi, botol-botol minuman, dan lain sebagainya. Manusia berlarian kesana kemari, seperti laron-laron berterbangan, dengan teriakan putus asa dan ketkutan. Sebagian bersembunyi dari kejaran, dan sebagian lagi dengan panik meloncat ke sungai. Keesokan harinya, banyak mayat mengambang, manusia tak bernyawa dengan baju setengah dada.
Di pojok yang tak terlihat, dalam ketakutan yang sangat, seorang nenek tua mendekap cucu laki-laki satu-satunya. Pekerjaanya hanyalah membantu anaknya membuka warung remang di situ. Tak lebih !. Sambil berusaha menutupi tubuh cucunya, dia berdoa kepada Tuhannya. "Ya Allah Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, lindungilah kami dari keganasan saudara-saudara kami sendiri, susupkanlah kepada mereka sifat kasih-sayang-Mu". Begitu erat dia memeluk, tiba-tiba sang cucu menyembulkan kepalanya di balik pelukan sang nenek. Menatap semuanya dengan mata kosong dan nanar. Gigi terkatup, gemeretak, menahan kemarahan yang tak mampu diungkapkannya. Dendam telah menggores hatinya, menyusup dan menggumpal. Perlahan dia mencoba melepas pelukan, disapu sekelilingnya dengan tatapan matanya yang liar, tangan terkepal. Sebuah niat telah dikukuhkannya, sebuah tekad dibulatkan, seperti menyiratkan sebuah rencana pembalasan di kemudian hari, saat dia dewasa nanti. Sungguh kisah yang telah mengusik peri kemanusiaan kita. Mhhh, Mengapa Begini..!?!.
Di ujung tempat yang lebih tinggi, seorang lelaki berjanggut panjang --sepertinya pemimpin serangan kali ini-- tengah memberikan aba-aba kepada anak buahnya. Dengan menghela nafas dia berdoa kepada Tuhannya, dalam hati 'Ya Allah, kami hancurkan manusia-manusia yang menebarkan kemaksiatan di muka bumi ini, kami ratakan bangunannya rata dengan tanah, demi tegaknya hukum-hukum Islam di muka bumi ini'. Maka dengan tekad bulat dia pun merangsak ke depan, menyerang apa saja, menghancurkan apa saja, menakuti perempuan-perempuan yang tidak bersenjata, dan juga anak-anaknya yang berada dalam warung. Sebuah tragedy kemanusian dengan lakon berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa...?. Mhhh, Mengapa Begitu..!?! .
Kepada Tuhan Yang Esa, mereka sama-sama memohon.. Kepada Tuhan Yang Esa mereka sama-sama berlindung.. Kepada Tuhan Yang Esa mereka sama-sama menyembah. Mengapa saling menyakiti?. Apakah ada yang salah?. Bukankah hanya takdir saja yang membedakan kapasitas mereka..?. Maukah mereka bertukar posisi..?. Bagaimanakah jika kemudian Allah menukar tempat mereka..?. Menukar jiwa-jiwa mereka satu sama lainnya..?. Bagaimana kejadiannya jika mereka bertukar rahsa..?. Apakah mereka mau saling berrtukar raga. Agar masing-masing mengerti bagaimana kejadiannya ketika Allah mempergulirkan rahsa diantara manusia. Bagaimana kesudahannnya ketika Allah membolak balikan hati diantara hamba-hamba-NYA.
Maukah kita menyerang dan diserang..?. Bila kita sudah pernah merasakan bagaimana 'rahsa'nya 'kesakitan' dan betapa 'ketakutannya' saat di dalam peperangan !?!. 
Seribu kali kucoba menghindari, seribu kali ku coba tak kembali. Namun mengapa tanya terus menggumuli sanubari. Sebuah pertanyaan hakiki; maukah manusia bertukar tempat, bertukar rahsa, dan digilirkan diantaraa mereka. Maukah yang kaya menggunakan raga si miskin..?. Maukah yang kuat berada pada raga yang lemah. Maukah manusia berada pada posisi 'rahsa' 'ketakutan' seperti yang dialami mereka itu..?. Agar mereka saling mengerti dan memahami perasaan ‘rahsa’ diantara itu. Sehingga mereka mau saling menyayangi. Maukah….?!?. Heh…hh. Sudahlah, jangan terlalu bermimpi dan banyak bertanya lagi..!.

Sebuah jalan memecah arah
Lelah sudah bertanya mengapa (?). Pikiran kemudian mencoba lagi, menelurusuri kisah-kisah di al-Qur’an yang dapat dijadikan referensi dalam memaknai kejadian tersebut. Aha..eureka..!. Bukankah kisah nabi Khidir dan Nabi Musa dapat kita jadikan pembelajaran. (Lihat QS; al-Kahfi 62-85).
Sebagaimana halnya Nabi Musa yang bertanya terus dengan tidak sabar kepada nabi Kidhir; Mengapa membocorkan perahu, mengapa membunuh pemuda, mengapa tidak mengambil upah saat mendirikan tembok. Bahkan mungkin saya akan bertanya dan terus bertanya lagi, dengan seribu pertanyaan yang sudah saya persiapkan; kepada orang-orang yang melakukan penyerangan !. 
'Mengapa kalian menyerang orang-orang lemah, mengapa tidak kalian rengkuh mereka, mengapa tidak kalian lindungi saja mereka, dengan kasih sayang dan ajak mereka kepada jalan yang benar?. Bukankah mereka juga muslim seperti kita?. Bukankah kita menyembah Tuhan yang sama?. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang !. Tahukah betapa kesakitan mereka, betapa mereka akan memendam perasan ‘dendam kesumat’ kepada Islam. Dendam yang akan terus melintas generasi diantara mereka.Bukankah anak cucu mereka pada saatnya nanti akan menuntut balas atas ‘kesakitan’ yang telah menimpa mereka?. Kita telah menyiapkan 'bom waktu' yang dahsyat untuk generasi selanjutnya setelah kita nantii!?!. Mengapa…mengapa..!?!. Teganya..teganya...!.
Maka akan kalian dapati bahwa sesungguhnya saya bukanlah orang yang sabar dan akan terus mengajukan pertanyaan itu. Meskipun harus berteriak. !?!.'
Namun semua tanya itu, kemudian sesaat luruh; (Sebagaimana nabi Khidir yang berkata kepada nabi Musa as). 
"Dia menjawab: Bukankah, aku telah katakan kepadamu, bahawa engkau tidak sekali-kali akan dapat bersabar bersamaku? " (QS; Al Kahfi 72 dan 75). 
Saya mengerti sudah, saya menyadari itu semua. Tak selayaknya saya bertanya, dengan melempar pertanyaan lagi. Saya tidaklah mungkin sabar bersama kalian. (yang menyerang). Maka sudah seharusnya saya mesti sadar. Jika berikutnya kalian juga berkata (sebagaimana nabi Khidir as kepada nabi Musa as);kepada saya; 
"Dia menjawab: Inilah masanya perpisahan antaraku denganmu, aku akan terangkan kepadamu maksud (kejadian-kejadian yang dimusykilkan) yang engkau tidak dapat bersabar mengenainya.’" (QS; Al Kahfi 78).

'Saya juga akan menyerah, saya akan berserah diri; hanya kepada Allah SWT saja saya akan bertawakal. Karena sungguh saya bukanlah orang yang sabar bersama kalian; dalam menyerang dan menimbulkan ketakutan orang lain'. Maka cukuplah bagi saya itu saja; karena saya tidak akan pernah paham akan argumentasi dan dalil-dalil yang digunakan untuk menguatkan tindakan tersebut. Tidak sekarang untuk saat ini. 'Saya berkata dengan sesungguhnya!'. 
Maka ketika saya menyerah; 'Kalian hanyalah berada dalam persepsi ‘kebenaran’ versi kalin saja!'. Sungguh saya pun sulit mengatakan itu. Bagaimana saya bisa mengerti, memahami dan memaknai tindakan itu. Apalagi bagi kita manusia biasa. 'Kalian bertindak atas nama Tuhan !'. (Mereka bertindak bak nabi Khidir as, yang telah diberikan ilmu oleh Tuhan-Nya. Sehingga di-ijinkan Tuhan untuk membunuh pemuda itu dan merusak kapal itu).'
Mungkinkah mereka (para penyerang) memiliki ilmu sebagaimana nabi Khidir as. Hingga mereka diijinkan Tuhan untuk merusak rumah-rumah, dan juga secara tak langsung kemudian menghilangkan nyawa manusia disitu (?).Mestinya mereka seperti itu, maka sudah selayaknya jika saya berbaik sangka kepada saudara se iman. 'Sesungguhnya mereka juga dalam upaya berjalan di jalan Allah dalam persepsi mereka'. Tidak ada yang mesti disalahkan dan diperbincangkan lagi. Semua menetapi jalan-Nya!. 

Menyusun langkah baru
Mereka yang melakukan penyerangan adalah saudara saya juga; saudara se-iman ?!?. Tidak mungkin saya ikut memusuhi mereka. Ya sudahlah.. Akhirnya sebagaimana nabi Musa as, yang  BERPISAH DENGAN NABI Khidir as. Keduanya; masing-masing mengambil jalannya sendiri-sendiri. Sayapun demikian halnya. Biarlah saling menghormati, jika benar kejadiannya seperti itu. Saya harus percaya itu!?!.. Sungguh saya juga tidak mengerti, karena keterbatasan ilmu saya. Jika Nabi Musa as, juga bertanya kepada nabi Khidir as, karena ketidak mengertian; maka maafkan saya jika sayapun melakukan hal yang sama dalam ketidak mengertian saya. 
Sudahlah!. Jika kita sama-sama berada di jalan Allah, maka kita adalah saudara. ‘Maka maafkanlah jika saya kemudian mengikuti risalah Ibrahim as dan Musa as , saja !.; yang kemudian disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW, ; karena ketidak mengertian dan kebodohan saya akan ilmu nabi Khidir as' Maka saya tidak berani di jalan kalian itu. 
Saya hanya mengerti, jika kekerasan tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rosululloh, dan juga para nabi-nabi yang diturunkan sebelumnya. Telah dikisahkan dalam  al-Qur’an; bagaimana Nabi Luth berhadapan dengan kaumnya --yang lebih parah dari sekarang ini. Suatu kaum yang mempraktekan homoseksual diantara masyarakat mereka; dan menjadikan homoseksual sebagai budaya dan perilaku mereka. Bagaimana ketika dalam berdakwah kepada kaumnya; . Tidaklah di kisahkan sedikitpun jika nabi Luth memaksakan atau menggunakan KEKERASAN kepada kaumnya itu. 
Ketika dengan kasih sayang dan dengan santunnya Nabi Luth mengingatkan kaumnya itu. Bahkan saking sayangnya kepada umatnya diberikanlah anak-anak putrinya untuk dikawini mereka, dengan maksud, agar mereka menghentikan perbuatan homoseksual. Subhanalloh !. Masih banyak kisah lainnya yang serupa dengan ini. Semua nabi mengalami penderitaan saat 'mengingatkan' kaumnya. Tidak satupun nabi yang melakukan kekerasan. Inilah fakta yang nampak di hadapan kita.
Begitu juga  al-Qur’an juga mengingatkan kepada kita;
' Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.' (QS; Al Anam 108).

'Jangan timbulkan dendam di dalam 'hati' mereka, diantara anak-anak mereka terhadap Islam; meskipun saat kita berdakwah !'. Itulah pesan Islam. Begitu santunnya Islam, dengan perkataanpun kita tidak boleh menyakiti siapapun, tidak boleh dengan kata-kata kasar, memaki atau semacam dengan itu. Sudah jelas, kita dilarang memaki sembahan-sembahan mereka, baik yang berupa; berhala, harta, tahta, wanita, minuman, uang atau apapun bentuk sembahan mereka itu. Apalagi dengan kekerasan !.
Meskipun dengan alasan dakwah sekalipun. Meskipun kepada penyembah berhala sekalipun. Meskipun kepada pezina sekalipun. Meskipun kepada orang berdosa sepenuh dunia sekalipun. Kita dilarang memaki dan berlaku kasar, apalagi menggunakan dengan kekerasan tanpa hak tanpa ijin-NYA. Begitu takutnya semua dengan Allah swt akan hal ini. . Inilah hukum Allah swt. DIA mensifati dirinya dengan sifat KASIH SAYANG. Seluruh alam semesta dalam liputan kasih sayang-NYA. Siapakah yang berani menganiaya hamba-hamba-NYA tanpa se-ijin-NYA. Apakah kita sudah mendapatkan ijin-NYA.?. Apakah kita sudah mampu merasakan 'daya' Allah yang bekerja pada diri kita..?. (sebagaimana kisah perang Badar). 
Maka biarkanlah Allah sendiri yang menghukum hamba-hamba-NYA, begitulah kisah yang diajarkan dan diceritakan dalam  al-Qur’an. Sesungguhnya Allah-lah Raja manusia, hakim antar manusia. Maka seyogyanya; marilah kita jadi hakim atas diri kita saja. Menjadi hakim yang adil atas diri kita sendiri, yang jujur dalam menilai perilaku kita sendiri. 
Selanjutnya tugas kita hanyalah nasehat menasehati; memberi peringatan dan khabar gembira bagi orang-orang yang berkeinginan mendengarkan petunjuk. 
'Dan jika kalian memiliki ilmu (pengetahuan) sebagaimana nabi Khidir as, sungguh kalian adalah kaum yang dilebihkan atas kaum yang lain'. Maka dengarkan saja keluhanku ini. Seperti angin yang berlalu. Diantara ada dan tiada. Maka ijinkanlah saya belajar; sebagaimana halnya dikisahkan nabi Musa as, yang belajar kepada Nabi Khidir as'. Wallohualam

wasalam\\
arif

Kajian 05 Meditasi Dalam Gerak

Disampaikan pada Majelis Dzikrullah
Oleh: Arif Budi utomo


Pengantar : Kajian ini mengakhiri  rentetan kajian sebelumnya yang dihantarkan untuk  menanggapi tulisan Bpk. Riano Putra, yang mencoba mengusung tema;  problematika umat Islam dalam menyikapi kondisi Islam terkini, yang  nampak di layar kaca  hanya penuh dengan kekerasan dan kekerasan lagi. 

Maju kena mundur kena
Islam sesungguhnya adalah agama kasih sayang. Islam mengecam dengan keras  segala bentuk aksi kekerasan, kemudian  bahkan Islam tidak tanggung-tanggung;  mengancam para pelakunya dengan siksa dunia dan akherat. Hukum ini adalah hukum kepastian yang akan bekerja kepada para aktor ; para pelaku kekerasan. Kemana lagi mereka akan berlindung..?. Allah sangat keras hukumannya. Mestinya kita tenang dengan kepastian ini. Serahkanlah segala urusan hanya kepada Allah. Namun…
Apakah dengan demikian, selanjutnya kita berdiam diri saja melihat anak kita tidak sholat ?. . Apakah kita tidak boleh memukulnya..?. Apakah juga dengan demikian;  lantas akan kita biarkan saja  PSK berkeliaran mengumbar kemaksiatan di sekeliling kita. (Surat Bpk  Irwan Cahyono). Apakah Kita tidak boleh menindak mereka..?. Subhanalloh..!.  Bukankah kita di wajibkan agar ber amar makruf nahi mungkar. Mencegah kemungkaran dengan tangan kita..?. Bagaimanakah ini..?. Pada satu sisi kita dilarang melakukan kekerasan, namun disisi lain kita harus menggunakan kekerasan . Maka kekerasan seperti apakah yang di ridhoi-Nya..?. Bukankah kita dalam situasi Maju Kena Mundur Kena..?. (Lha kok.. mumet tenan..?!?).
Semoga kajian ini mampu menghantarkan kita dalam memahami lebih dalam lagi,  makna diantara semua itu. Maka dengan memohon perlindungan kepada Allah,  kajian ini di hantarkan..!. 

Daya yang menggerakan
Dalam kajian 4, telah dihantarkan adanya resultan gaya yang bekerja pada manusia sehingga manusia tersebut mampu melakukan 'aksi' nya. Aksi dalam pendekatan postulat Newton digabarkan sebagai Usaha (baca; upaya) yang di rumuskan sebagai : W=F.S.  ( Dimana F = gaya yang bekerja dan S= adalah Jarak). Maka berdasarkan postulat Newton dapat di simpulkan bahwa; tanpa adanya resultan gaya tersebut maka tidak akan ada aksi (Upaya)  manusia. 
Resultan gaya bekerja pada manusia. Menimbulkan suatu medan gaya, dan selanjutnya menjadi Daya (energy) manusia untuk bergerak. Oleh Newton di gambarkan dengan rumus D = W/t. Daya adalah usaha manusia yang dilakukan dalam ruang dan waktu tertentu. 
Berdasarkan pendekatan tersebut maka kita kemudian dapat mempertanyakan atas atas aksi manusia:
Daya siapakah yang bekerja di balik aksi manusia..?
Daya siapakah yang bekerja di balik ibadah manusia..?
Daya siapakah yang bekerja di balik senyum manusia..?
Daya siapakah yang bekerja di balik sholat manusia..?
Daya siapakah di balik kekerasan manusia..?.
Daya siapakah di balik perang manusia..?
Dan lain lain..dan lain lain..!.

Pada kajian 4 juga telah diuraikan; Jika manusia menjatuhkan 'kehendak' pada niat nya kepada selain Allah. Kepada materi misalnya;  Maka dia telah membiarkan resultan gaya materi bekerja padanya. Dengan demikian daya yang bekerja adalah DAYA MATERI. Dapat dikatakan bahwa; Keseluruhan energy (daya) pada setiap geraknya ditimbulkan oleh medan gaya materi. Seluruh usahanya dilakukan dengan menggunakan daya materi. JIka manusia secara terus menerus selalu menggunakan daya ini maka Jiwa akan bergerak di dalam medan gaya materi. Inilah  yang akan menyiksa manusia itu sendiri. Manusia akan terjebak di dalamnya. 
Selanjutnya Jiwa akan terpengaruh kepada perilaku rendah; perilaku dalam dimensi materi; sebagaimana perilaku 'kebinatangan'. Jiwa akan ter-cover; Jiwa menjadi KAFIR. Maka  akan kita dapati; manusia dengan wajah gahar. Manusia yang selalu menantang Allah, manusia yang menimbulkan kerusakan di muka Bumi, melakukan kekerasan dan lain sebagainya. Sebagaimana seluruh perilaku 'akhlak' orang-orang  kafir yang di ceritakan Al qur'an.
Dari ilustrasi ini kita dapat membayangkan bagaimana jika ; Daya wanita (syahwat) yang bekerja padanya, daya tahta yang bekerja padanya, daya harta yang bekerja padanya. Inilah daya dalam dimensi materi; kita akan melihat perilaku mereka sehari-hari. Dimensi dalam tataran paling rendah.
Kemudian bagaimana jika daya yang bekerja padanya adalah; daya sembahan sembahan selain Allah; daya dewa, daya berhala, daya nenek moyang mereka (karomah); meraka adalah makhluk-makhluk Allah.. Dalam dimensi yang Ghaib.  Maka kita akan dapat memperhatikan perilaku; perilaku sombong, merasa lebih, menentang, dan lain sebagainya.
Semua sudah di ceritakan dalam Al qur'an. Kita tinggal memperhatikan; Bagaimana kejadiannya jika daya materi yang bekerja; dan akibatnya menimbulkan perilaku seperti apa ?. Begitu juga bagaimana kejadiannya; jika Daya Ghaib yang bekerja; dan  akan menimbulkan perilaku seperti apa?. Kita dengan mudah mencari rujukannya di dalam Al qur'an. 
Sesungguhnya daya siapakah yang mestinya kita biarkan bekerja pada diri kita ?.  Maka Islam dengan tegas mengajarkan kepada kita postulat;  "LA HAULA WALA KUAWATA ILA BILLAH". Tiada daya upaya selain Allah. Inilah 'upaya' yang benar, sebagai  jalan yang lurus. Inilah Daya illahi-ah yang merupakan  dimensi tertinggi. Maka hendaknya kita arahkan kehendak dan niat kita hanya kepada Allah. Adakah agama lainnya mengajarkan ini selain Islam.?. 
Selanjutnya kita pun juga dapat melihat kesudahannya bagi siapa yang berserah diri; untuk merelakan daya illahiah yang bekerja pada diri kita; mereka adalah ahli syurga.  Bagaimana Kemudian mereka; perilaku yang tampak. Sebuah 'akhlak' yang lembut namun tegas, lentur namun keras, halus namun kuat, penuh keyakinan, penuh kepasrahan, ketenangan, kekuatan, penuh empati dan lain sebagainya.  Sebagaimana teladan tersebut dapat kita lihat dalam diri Rosululloh. 
Kita sesungguhnya tinggal melihat pedoman tersebut dari Al qur'an dan As Sunnah. Sungguh amat jelas perbedaannya mana jalan yang lurus dan mana jalan yang batil. Al qur'an bukanlah dongengan orang-orang dahulu. Sangat keji orang yang beranggapan seperti itu.Yaitu orang-orang yang tidak mau meng-kaji dan melakukan introspkesi diri sendiri ; saat ini diri kita tengah berada di makom manakah?. Daya manakah yang tengah bekerja pada diri kita saat ini?. Apakah daya materi, apakah daya spiritual ataukah daya illahi-ah.

Mengamati dalam laku
Nah, kalau begini sekarang kita tinggal melihat tontonan di televisi; kemudian mengamati; daya siapakah yang tengah bekerja pada aktor aktor di balik 'aksi' kekerasan yang mereka tampakan;  tentunya kitapun akan mampu membedakannya..?. Maka kita selanjutnya tidak akan di risaukan lagi dengan itu. Kejadian tersebut akan menjadi pembelajaran kepada kita; agar semakin yakin dan teguh dalam dienul Islam. Menyerahkan sepenuh-penuhnya, berserah diri se pasrah-pasrahnya kepada Allah, biarkanlah daya illahi-ah saja yang bekerja kepada diri kita. Selanjutnya dengan melihat kejadian tersebut kita memohon ampun sebanyak-banyaknya; semoga kita dijauhkan dari semua itu. Dan jika suatu saat kita terjebak ke dalam situasi tersebut, kita sudah mampu bersikap harus bagaimana kita arahkan kemana ‘kehendak’ niat kita dalam melakukan sesuatu. Jika kita mesti berperang, kita akan ber perang karena 'daya Allah' yang bekerja pada diri kita. Bukan daya lainnya. 
Maka silahkan pukul anak anda jika tidak sholat, namun yakinkanlah kepada diri kita sendiri ‘daya’ apakah yang tengah bekerja untuk memukul tersebut. Daya dari Allah ataukah daya nafsu kita. Hanya kita yang tahu. Maka silahkan saja bagi yang mau menindak para Pelacur yang mangkal , dengan membongkar paksa dan menghancurkan tempat-tempat mereka, namun yakinkanlah sekali lagi,  pada diri kita sendiri; betulkah 'daya' Allah yang bekerja saat kita menggerakkan tangan menghancurkan tempat-tempat mereka. Ataukah sekedar hawa nafsu atau daya lainnya ; 'riya', 'ingin di puji' dan lain sebagainya, ataukah daya pesanan-pesanan pihak ketiga. Semua itu hanya kita sendiri yang tahu. Sungguh Allah maha keras siksa-Nya bagi manusia yang berbuat aniaya. Takutlah kita dengan itu. Bukankah Islam begitu  indah yang  telah mengatur sedemikian itu. "Wahai manusia silahkan kalian berbuat apa saja di muka bumi ini, sesungguhnya kamu akan mati dan akan di mintai pertanggung jawaban atas semua perbuatan mu itu". 
Begitu halusnya sebuah daya, sehingga sangat sulit bagi kita yang tidak terlatih untuk mengenalinya. Maka marilah kita senantias terus melakukan MEDITASI DALAM SESETIAP GERAK KITA. Mengamati, mengenali DAYA apa yang bekerja pada diri kita. Kemudian kita hadapkan hasil pengamatan kita kepada Allah, memohon pengajaran-NYA. Semoga kita beruntung dalam mengenali daya-Nya.    
"Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Al Anfaal :17)
Maka perhatikanlah; ketika daya Allah yang menggerakan. Apakah ayat Al qur'an hanya dongengan saja..?. Maka buktikanlah..!. Dan sungguh kita tidak akan menemukan   satu kelemahan pun di dalam Al qur'an. Sudahkah kita mengetahuinya ?. Maka tidakkah kita tertarik mencoba laku MEDITASI DALAM GERAK, menjalani 'laku' dalam  mengamati dan mengenali  daya dalam tubuh kita. Semoga kita mendapatkan petunjuk.  Walohualam

SEKIAN

wasalam
arif

Kajian 04 Postulat Kehendak Diatas Gerak

Disampaikan pada Majelis Dzikrullah
Oleh: Arif Budi utomo

Pengantar :  Telah dikupas dalam kajian sebelumnya, Islam memberikan nilai  atas setiap aktifitas yang ditujukan hanya karena Allah, sebagai  aksi yang bernilai 'kebenaran'.  Inilah ibadah dalam konsepsi Islam. Selebihnya akan tertolak. Mengapa begitu..?. Bagaimana kemudian dengan lainnya. Bagaimana menjelaskannya..?. Untuk itulah kajian ini dihantarkan.

Apakah ada bedanya..?
Sungguh sulit  merangkai kejadian yang secara kasat mata merupakan  fakta kekerasan. Bagaimanakah memaknai  perangnya Muawiyah dan anaknya Yazid. Bagaimana dengan perangnya  Ali bin Abu Tholib ra ?, Bagaimana dengan perangnya Siti Aisyah ra..?. Bagaimana menjelaskan posisi 'kebenaran' kedua pihak..?. Bagaimana menjelaskan bahwa perang diantara mereka  bernilai  ibadah bagi mereka ?. 
Lebih jauh lagi,  bagaimana dengan  perang Salib ?. Juga dengan perang nya Arjuna dalam kisah Mahabarata?. Terus bagaimana keadaannya dengan perang-perang lainnya..?.  Perang Dunia I dan II misalnya..?. Selanjutnya bergerak kepada situasi terkini;  Lantas bagaimana kita  menyikapi perang dan kekerasan yang melanda Negara-negara Islam akhir-akhir ini?. Bagaimana dengan kekerasan atas nama Islam..?. Apakah perang tersebut sama nilainya..?. Apakah kekerasan itu akan sama nilainya..?. 
Sungguh  faktanya;  perang adalah kekerasan;  kekerasan akan selalu mengusik rasa kemanusian , karena perang  telah menimbulkan kesakitan; menghilangkan nyawa manusia, menghancurkan harta benda manusia, berikut serta peradabannya. Apakah yang sesungguhnya terjadi diantara mereka..?. Sungguhkah setiap  perang akan bernilai..?. Apakah ada bedanya..?.
Marilah kita kaji dengan meluruhkan semua persepsi kita dahulu, kita endapkan semua pemahaman yang sudah kita peroleh sebelumnya. Mari kita kaji dengan jernih. 
Kita pengamat sesungguhnya hanyalah melihat aksi atas sebuah gerakan manusia. Keseluruhan aksi tersebut menjadi sebuah kejadian yang  nampak kepada kita, sebagai bentuk  'gambar' gerakan 'kekerasan'.  Mengapa manusia mampu bergerak (baca; ibadah).  Motivasi  apa yang menggerakkan semua itu..?. Entitas apakah yang menyebabkan seluruh anggota badan manusia bergerak..?.  Bagaimanakah  memberikan makna dan nilai 'kebenaran' pada setiap aktifitas manusia tersebut.?.

Rantai gerak
Kehendak awal akan melahirkan NIAT dalam diri manusia. Niat akan menggerakan seluruh jiwa manusia yang secara bersama-sama menggerakkan raga. Gerakan raga menjadi sebuah aksi manusia. Rangkaian aksi akan menyusun sebuah kejadian-kejadian yang dapat kita maknai. Selanjutnya, rangkaian suatu kejadian akan menjadi fragmen-fragmen dalam kehidupan manusia. Akhirnya fragmen-fragmen tersebut dengan sendirinya menciptakan peradaban manusia itu sendiri.  Selanjutnya kita pahami, ketika ,diantaranya bergulirlah rasa suka- duka, sedih-gembira, gagal-sukses, dan lain-lain. Semua   dalam dinamika dualitas kehidupan manusia.  Ketika terbuka jarak diantara dualitas tersebut; ketika itulah 'rahsa' manusia kemudian diaduk-aduk. 
Maka jika kita urut terbalik; perdaban dilahirkan oleh aktifitas manusia; aktifitas manusia dilakukan oleh aksi setiap individu. Aksi ada karena ada gerakan dari manusia, gerakan muncul karena adanya niat. Niat ada karena kehendak manusia tersebut. Maka kehendak manakah yang benar..?. Mengapa  dalam Islam setiap 'niat'  (baca; ibadah) yang ditujukan kepada Allah menjadi sangat penting..?. dalam Islam Niat kepada Allah Menjadi landasan 'kebenaran' !. . Agama manakah yang mengajarkan hal ini selain Islam..?.

Postulat sebuah niat
Kita rasanya belum lupa pelajaran waktu SMP, saat Guru kita menjelaskan hukum-hukum tentang gerak yang kemudian kita kenal dengan HUkum Newton. Setiap benda bergerak berdasarkan gaya-gaya yang bekerja padanya. Bagaimana dengan manusia;  gaya gaya apa saja yang bekerja padanya, sehingga manusia bergerak, beraktifitas, serta bagaimana akibatnya jika manusia membiarkan gaya-gaya tersebut bekerja pada dirinya.  Marilah kita masuki; dengan  kajian ini diharapkan kita akan mampu memaknai kembali; makna 'kekerasan', dan seperti apakah 'kekerasan'  (baca; perang) yang bermakna itu.
Postulat Newton I : "Suatu benda (materi) akan tetap berada dalam diamnya atau tetap dalam geraknya sesuai dengan lintasan garis lurus selama tidak ada resultan gaya yang bekerja padanya".
Setiap benda memiliki gaya masing-masing. Bumi memiliki gaya gravitasi. Begitu juga setiap planet memiliki gaya gravitasinya. Ketika bersama-sama;  maka benda-benda tersebut akan menciptakan suatu medan gaya; medan gaya inilah yang menciptakan resultan gaya, yang  mengarahkan gerak benda-benda tersebut. Dengan kata lain Bumi bergerak akibat adanya gaya dari planet-planet yang secara bersama-sama menciptakan Resultan  gaya, menciptakan medan gaya  sehingga terbentuklah formasi tata surya kita dan formasi galaksi Bima Sakti.  Akibat medan gaya yang ini, mengakibatkan Bumi tidak mampu lepas dari formasi tersebut. Maka Bumi akan bergerak terus mengikuti  formasi tersebut. Sehingga  Bumi akan terus begitu selamanya; sebelum ada Resultan gaya lain yang bekerja terhadap dirinya.  
Maka ada beberapa pemahaman yang ingin saya hantarkan ;
- Benda hakekatnya adalah diam, sebelum adanya resultan gaya yang bekerja padanya.
- Benda hakekatnya tetap akan bergerak terus dalam lintasannya selama belum ada Resultan Gaya yang bekerja kepadanya.
- Benda hakekatnya akan tetap berada dalam medan gaya yang diciptakan antar mereka sendiri sebelum ada resultan gaya (energy) yang mendobrak medan gaya tersebut. 

Pendekatan postulat inilah yang akan saya gunakan dalam menjelaskan, mengapa manusia harus menghadapkan niat nya hanya kepada Allah dalam setiap geraknya (baca; ibadah).

Manusia menetukan kehendak awal
Melalui pendekatan postulat tersebut, marilah kita analogikan bahwa  harta , tahta (kekuasaan, ego, dll) , wanita (baca; syahwat), dan lain lainnya; sebagai planet-planet yang masing-masing yang akan menyusun diri menjadi sebuah formasi 'Tata Nafsu' (analogi dari Tata Surya) dalam Dimensi Matari.  Maka sebagaimana halnya planet yang memiliki gaya ; Harta juga memiliki gaya tarik, Tahta juga memiliki gaya tarik, begitu juga Wanita (baca; syahwat), akan memiliki gaya tarik. Kesemuanya secara bersama-sama akan membentuk medan magnet. Membentuk sebuah resultan gaya. Resultan Gaya inilah yang akan mampu bekerja menarik benda apa saja. (Note; Dalam analogi selanjutnya resultan gaya inilah yang akan menarik; menggerakan jiwa manusia.).

Bagaimana resultan gaya materi tersebut bekerja pada manusia..?. 
Manusia bergerak karena adanya niat. Niat ada karena adanya kehendak. Benda tidaklah diberikan kehendak bebas ; benda akan patuh kepada sunatulloh saja. Benda patuh kepada kehendak Tuhannya saja; sebagaimana Bumi.  Sementara manusia sendiri  diberikan kebebasan dalam  memilih kehendaknya. Maka bagi manusia ; KEHENDAK inilah yang sangat fital dan sangat fatal akibatnya bila salah dalam menjatuhkan pilihannya. 
Manusia ber-kehendak bebas  ;  manusia kemudian bebas menentukan pilihannya atas  RESULTAN GAYA mana sajakah yang akan bekerja padanya, Semau manusia itu sendiri. Setelah  manusia sudah menentukan kehendak awal (kepada selain Allah);   misalnya kepada harta, tahta dan wanita (syahwat) maka resultan gaya dari materi  tersebut akan menarik dan bekerja kepada Jiwa manusia. Mewujud menjadi NIAT  (baca; daya), menjadi energy atau motif dalam geraknya (baca; ibadahnya). Dengan ini dapatlah dipahami bahayanya; karena 'daya' yang muncul karena proses ini sejatinya adalah daya dari alam materi. Begitulah proses kerjanya. 
Dapat dikatakan bahwa sesungguhnya;  Resultan gaya materi , tidak  akan mampu bekerja pada manusia sebelum adanya KEHENDAK dari manusia itu sendiri padanya. (Tanpa kehendak manusia itu sendiri mereka adalah lemah). Manusia mengarahkan niatnya terlebih dahulu, baru kemudian resultan gaya materi akan bekerja.  Setelah gaya bekerja maka akan mencip[takan 'daya' (baca; energi) bagi manusia untuk melakukan aksinya.. Inilah konsep bekerjanya gaya materi  yang saya maksudkan. 
Maka jika manusia secara sukarela; dan Jiwa menjatuhkan 'kehendak'nya; dengan membiarkan  hanya Resultan Gaya MATERI yang bekerja padanya. Maka dapatlah dipastikan selanjutnya;  Resultan Gaya Materi akan bekerja padanya, menggerakkan JIWA-nya, menggerak RAGA-nya, menjadi sebuah aksi gerak, menjadi sebuah aktifitas gerak; misalnya; peribadatan, gerak kekerasan dan lain sebagainya.  Jika demikian; efek selanjutnya Jiwa akan tertarik ke medan magnet , medan gaya diantara materi ;  terjebak disitu. Bahkan selanjutnya, bukan tidak mungkin ; Jika JIwa kemudian menjadi kesatuan dengan materi,  membentuk formasi 'Tata Surya' dalam dimensi alam materi. 

Niat yang menyiksa Jiwa
Dengan kata lain; resultan gaya materi akan meyeret Jiwa manusia ke dalam medan gaya diantara mereka.Setelah manusia memilih gaya tersebut pada dirinya.   Situasi ini akan menyiksa JIWA-manusia. Menimbulkan kesakitan yang tak terperi dan tak berkesudahan. Karena hakekatnya Jiwa  bukan berasal dari alam materi. Jiwa berasal dari alam yang dekat dengan Tuhan-nya.. 
Begitu sulitnya Jiwa lepas; Maka  ketika Jiwa sudah tertarik  masuk; Jiwa akan terus bergerak di medan materi, dalam medan gaya materi, dalam lintasannya; selama belum ada resultan gaya lain yang bekerja padanya. Yang mampu  melepaskannya dari jebakan medan gaya materi tersebut. Yaitu sebuah Resultan gaya lain yang akan mampu bekerja padanya, yang mendobrak tarikan medan gaya materi yang mengelilinginya. (Pemahaman ini dalam Hindu melahirkan konsepsi REINKARNASI).
Maka siapakah yang mampu melepaskan  Jiwa kita,  lepas dari medan gaya materi; jika kita sudah dengan sukarela menetapkan kehendak kita, memilih  kepada selain Allah (baca; syirik). Siapakah yang memiliki Hidayah itu ..?. (baca; resultan gaya). Itulah hukum kepastian. 
Ketika Jiwa sudah terjebak dalam medan materi. Maka Jiwa tidak akan mampu kembali kepada TUHAN. Kondisi ini yang membuat Jiwa  tersiksa. Selanjutnya untuk selamanya manusia akan  masuk ke dimensi ‘materi’ yang kita kenal dengan istilah NERAKA. Baik itu sebagai 'neraka' di   dunia, ataupun saat ketika Jiwa sudah mati di alam barzah atau di akhirat nanti. Pada semua alam tersebut; Jiwa sungguh akan tetap kesakitan, kondisi terkurung, terjebak, tersiksa dalam medan gaya materi.  
Maka siapakah yang memiliki Hidayah itu ?. Siapakah yang mampu melepaskan manusia dari jebakan medan gaya materi. Jika tidak ada resultan gaya tersebut (baca; Hidayah),  sungguh manusia akan celaka Jiwa akan aterus tersiksa. Tidak saja ketika diakherat nanti bahkan sejak masih di dunia pun JIWA akan tersiksa. Karena sekali lagi;  hakekatnya JIWA bukanlah materi. Maka sadarilah dari awalnya, maukah kita menjerumuskan diri kita sendiri ke dalam medan gaya materi..?. Dan kita tersiksa di dalamnya..?. Merasakan 'jiwa tersiksa' di dunia maupun di akherat..?.
Dengan inilah kalimat tersebut kami ulang-ulang. Maka bukankah niat karena Allah sangat penting..?., Bukankah itu suatu kebenaran..?. 

Terlihat jelas bedanya
Kembali kepada bahasan di awal, setelah kita kaji; bukankah sangat nyata bedanya bagi kita sekarang; antara orang yang ber-perang 'niat' karena Allah dan orang yang ber-perang karena nafsunya akan; harta, tahta dan wanita.(syahwat).?. Bagaimanakah kesudahannya bagi mereka. Sungguh kasihan orang-orang yang ber-perang karena nafsunya tersebut. Bukankah dengan ini kita menjadi lebih prihatin karenanya, Kita lebih kasihan kepada mereka yang melakukan kekerasan,; karena sejatinya mereka akan menyiksa dirinya sendiri. Mereka sesungguhnya paham dan  tahu bagaimana niat mereka. Mereka hendak menipu Allah.  Allah melihat tingkah laku mereka, sungguh kepastian akan datang kepada mereka; maka Allah Maha Keras siksanya kepada mereka itu?. Maka rencana siapakah yang lebih baik..?. Allah sebaik-baiknya pembuat rencana. 
Kemudian sejalan dengan itu; Bagaimana kejadiannya;  jika manusia menyembah kepada selain Allah, kepada berhala-berhala, kepada Dewa dewa  atau  kepada Tuhan-Tuhan mereka. Sama saja bagi mereka JIWA mereka akan masuk ke medan gaya antar mereka. Tidak mungkin mampu kembali kepada Penciptanya. Sesungguhnya Allah adalah Tuhanmu yang Maha Esa, Dia tidak beranak dan di peranakan, Tempat bergantung segala sesuatu. (QS; Al Ikhlas). Bagi Islam itulah Tuhan yang mutlak harus di sembah. Kepadanya kita mesti ber-ibadah.
Maka selanjutnya bagaimana memaknai perang-perang (baca; kekerasan) yang diulas dimuka; Bagaimana dengan perang Ali bin Abu Tholib dan perang-perang lainnya; kembalinya kepada kita semua untuk memaknai, sebab sesungguhnya; hanya Allah sendiri yang akan menilai 'kebenaran' diantara mereka. Hanyalah sebuah kepastian dari Islam; jika mereka di jalan Allah; yakinlah surga balasannya bagi mereka. Dan sesungguhnya merekalah yang bertanggung jawab bagi diri mereka sendiri.Mereka tidak akan dirugikan barang sedikitpun.

Maka bukankah niat karena Allah adalah sebuah kebenaran..?. Bukankah ini sebuah kesempurnaan..?.

Kebenaran dalam kesempurnaan
Marilah kita endapkan; Semua agama memang mengajarkan kebaikan. Namun sangat sedikit dari mereka mengajarkan kebenarannya. Ada diantara mereka mengajarkan kebenaran, namun sangat disayangkan, sangat sedikit yang mengajarkan kesempurnaan. Maka jika diantaranya ada yang mengajarkan semua itu; mengajarkan kebaikan, mengajarkan kebenaran, dan mengajarkan kesempurnaan. Itulah jalan yang lurus. Maka jika kita sudah menemukan itu; berpeganganlah kita dengan itu; karena, itulah tali yang kuat (shirotol mustakin), dan janganlah mudah dicerai beraikan. 
Maka jika ada yang mengaku Islam; tapi tidak mengajarkan kebaikan; tidak mengajarkan kebenaran; tidak mengajarkan kesempurnaan; dan atau mereka meniadakan salah satunya. Yakinlah bahwa itu bukanlah ajaran Islam. Karena Islam hakekatnya adalah agama penyempurna agama-agama terdahulu. Bukankah kalau begitu ada kebenaran Islam pada agama lainnya (?). Sayangnya lagi banyak kemudian mereka tidak mengajarkan itu. Itulah kaum yang mendustakan agama. Biarkanlah mereka itu dalam makomnya masing-masing.  Bukankah dengan begitu Islam itu menjadi  Indah ..?.  Walohualam.
SEKIAN

Wasalam
arif

Kajian 03 Kebaikan Versus Kebenaran

Disampaikan pada Majelis Dzikrullah
Oleh: Arif Budi utomo

Konsepsi Kebenaran
Melanjutkan bahasan pada Kajian 02; Hampir semua golongan menyatakan kebenaran ajarannya, kebenaran akan tindakannya. Islam sendiri dengan tegas menyatakan  kebenaran atas dien-nya. Pernyataan ini membuat gerah sebagian penganut agama lainnya. Pernyataan dalam al qur'an yang meng-kafir-kan orang dan juga sebagian golongan atas golongan lainnya; diklaim sebagai pernyataan yang memicu perselisihan dalam memperebutkan klaim kebenaran. Siapa benar dan siapa salah. Siapa kafir dan siapa muslim. Kemudian berkembang menjadi siapa kuat dan siapa lemah. Kebenaran kemudian menjadi identik dengan kekuatan. Akhirnya dengan 'kebenaran' model seperti ini, setiap kelompok menyusun kekuatan untuk mendukung produk 'kebenaran' tersebut. Maka munculah pemerintahan dan kelompok-kelompok 'egaliter' dengan kekuasaan model seperti ini. Benarkah sejauh itu..?. 
Kebenaran hakekatnya berada dalam dimensi keyakinan kita, sementara hakekat  keyakinan dapat bertumbuh seiring  dengan; dan merupakan resultan atas  ilmu-ilmu yang dicapai. Ilmu diperoleh dan berkembang atas dasar referensi, obeservasi, pengamatan, meditasi, kontemplasi, dan serta keseluruhan aspek yang baik sengaja atau tidak telah melatih instrument tubuh kita.  Konstilasi tersebut membuat kita menjadi paham, dipahamkan, disadarkan atas suatu hal, atas kebenaran itu sendiri. Keunikan  nilai Kebenaran; adalah dikarena keberadaannya yang senantiasa selaras dengan hati nurani; selaras dengan keyakinan  dan atau selaras dengan fitrah manusia itu sendiri. 
Jika konsep kebenaran sesungguhnya  selaras dengan hati nurani dan fitrah manusia, bagaimana menjelaskan;
Konsep kebenaran seperti apakah yang diperebutkan dan yang diklaim..?
Mungkinkah bentuk-bentuk kekerasan atas nama agama adalah sebuah konsep kebenaran?.
Benarkah kebaikan yang ditampilkan  (di televisi) adalah sebuah  konsep kebenaran..?.
Apakah masih dapat disebut kebenaran jika   tidak   memiiliki nilai  kebaikan..?.
Lantas mengapa setiap orang dan setiap golongan ingin merasa benar..?.
Mengapa begitu enggannya diri kita menyatakan kalau kita salah..?.
Dimanakah dimensi salah dan benar ..?
Mengapa orang kemudian menjadi begitu bangga jika dirinya benar?. Hingga berbangga-bangga dengan 'kebenaran'nya... selanjutnya berbangga-bangga dengan golongannya, berbangga-bangga dengan nenek moyangnya...
Begitu berharga dan bernilaikah 'kebenaran' itu, hingga manusia memperebutkan dengan segala daya dan upaya mereka..?.
Dan lain-lain, dan lain-lain???

Kebenaran yang dipertanyakan..(?)
Masih banyak pertanyaan, maka meski kita kumpulkan seluruh manusia dan seluruh kitab untuk membahas 'kebenaran' perihal sesuatu. Yakinlah, itu tidak akan menghentikan manusia untuk mempertanyakan hal ihwal 'kebenaran' tersebut. Sekali lagi, sekali lagi dan lagi. Dan mereka dengan suka cita bertanya lagi, mempertanyakan itu lagi, tidak akan berhenti. Sebelum lawan bicara mereka mengalah atau mengakui akan 'kebenaran' produk 'ego' mereka.  Mereka selalu berupaya agar semua manusia mengikuti 'kebenaran' mereka. Inilah pola kerja 'akal' mereka. 
Nah, bagaimana kesudahannya ketika 'kebenaran' produk manusia berhadapan dengan berita 'kebenaran' berdasarkan wahyu illahi..?. Al qur'an kemudian meng-kisahkan bagian tersebut. Bagaimana kaum Ad, kaum Luth, kaum Nuh, Bagaimana kaum Israel,  serta para  para ahli kitab, dan lain-lainnya. Bagaimana kesudahannya, dan bagaimana dengan perilaku mereka, kesadaran mereka, keyakinan mereka, dan bagaimana kita melihat akhir dari  'kebenaran' dalam konsepsi mereka; dan bagaimanakah tingkah polah mereka; yang bersunguh-sungguh; mempertaruhkan hidup dan mati, dalam menantang 'kebenaran' wahyu yang di bawa para nabi dan rosul..?.  Bagaimana saat dengan kepongahan mereka meminta diturunkan azab dan minta disegerakan kiamat, dan lain sebagainya, dan  sebagainya. Sungguh sekarang kita dapat membaca kisah-kisah itu.
Jika kita kaji dengan hak, ternyata pola berfikir kaum yang diceritakan oleh Al qur'an tidak saja menjadi monopoli kaum-kaum terdahulu, namun pola tersebut telah merambah; menjadi perilaku yang berlaku umum.;  menggejala dari dahulu hingga kini.  Menjangkiti semua lapisan masyarakat, di seluruh level strata sosial, dalam setiap peradaban dan setiap generasi. Pada setiap agama, bahkan dalam tatanan masyarakat Islam sekalipun. Pola berfikir kaum Ad, kaum Luth, kaum Nuh, kaum Yahudi, dan kaum  ahli kitab, dan kaum yang menentang lainnya;  telah menjadi virus bagi seluruh umat manusia. Menjadi virus bagi umat Islam.. Maka apakah kisah yang di ceritakan Al qur'an hanyalah dongengan saja..?. 
Maka perhatikanlah ; Al qur'an mengajarkan kepada kita; berjalanlah di permukaan bumi dan pelajarilah bagaimana kesudahannya apabila suatu kelompok/kaum  memiliki pola berfikir ; sebagaimana kaum-kaum yang di kisahkan oleh Al qur'an. Sebuah kepastian akan datang kepada mereka, azab yang pedih dan neraka. Itu yang Al qur'an ingin sampaikan kepada kita. Maka kita meski belajar dari kesalahan kaum-kaum terdahulu yang sudah di sebutkan jelas-jelas , sebab dan akibatnya. Mereka adalah kaum-kaum yang mengelola ‘kebenaran’ berdasarkan nafsunya sendiri.
Bagaimana memahaminya.?. Dalam posisi mereka; sebenarnya mereka sendiri tidak merasa berada dalam kesesatan itu.  Mereka melihat baik perbuatan yang buruk. Lha bagaimana bisa begitu..?. Disebutkan ternyata mereka adalah orang-orang yang sombong, yang dengan kesombongannya tidak pernah mau memperhatikan 'kebenaran' dari Al qur'an. Semua di kisahkan, agar menjadi pelajaran bagi kita, agar kita mau berfikir. Maka jika kita kaji lebih dalam fenomena-fenomena tersebut yang terpampang di layar kaca dan keseharian kita; begitu nyata tergambarkan, begitu dekat kisah-kisah Al qur'an dalam keseharian kita. Tinggal bagaimana kita memaknai dan mengambil sikap serta hikmah dalam setiap kejadian yang di tampilkan di televisi atau media lainnya, atau mungkin di dalam keseharian kita.
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong. Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Apakah yang telah diturunkan Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Dongeng-dongengan orang-orang dahulu." (ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu. (QS; An Nahl ; 22-25 ).

Apakah yang kita lihat dalam tayangan televisi adalah cermin dari pola dan cara berfikir seperti itu..?. Walohualam..!.
Maka karenanya, kemudian saya memaknai bahwa Yahudi hakekatnya adalah sebuah trend gelombang pemikiran, sebuah cara dan pola berfikir manusia. Efek dari kesombongan manusia yang mencoba mencari 'kebenaran'nya sendiri, tidak mau  tunduk kepada 'kebenaran'  wahyu. Ketika wahyu tidak berpihak kepadanya maka dia dengan sekehendaknya merubah ayat, merubah tafsirnya sehingga menjadi sesuai atau disesuaikan dengan kepentingan ego mereka. Kebenaran mereka tidak pernah diselaraskan dengan hati nurani. Tidak pernah mereka hadapkan kepada Allah, kepada wahyu. Kebenaran yang hanya berlandaskan 'anggapan' atau 'persepsi' saja. Mereka menganggap kisah dalam Al qur'an hanyalah dongengan, mereka tidak mau mengambil 'hikmah' yang diajarkan di dalam kisah-kisah tersebut.  Inilah  cara dan pola berfikir 'menggampangkan'  mau enak sendiri; karena kesombongan mereka itu, yang tidak mau tunduk kepada 'kebenaran' wahyu.. 
Akibatnya sudah bisa ditebak muncullah perilaku sebagaimana orang-orang,/ kelompok atau kaum yang ada dalam kisah-kisah Al qur'an. Inilah hukum kepastian Al qur'an. Sehingga sangat mungkin sekali pola dan cara berfikir orang-orang Yahudi sudah menjadi 'virus' yang  mulai menjangkiti umat muslim.  Sehingga tampilan mereka menjadi 'gahar' dan senantiasa memaksakan kepada orang lain 'kebenaran' yang dipahami mereka, kepada golongan lainnya. Marilah kita saksikan 'totontan'nya melalui 'layar' kaca saja. 
Faktanya saat sekarang dapat kita lihat disekeliling kita dan juga dalam kelompok Islam itu sendiri.  Dalam masyarakat Islam, di Libya, di Mesir, di Irak, Afganistan, di Inonesia dan juga di tempat-tempat lainnya. Bagaimana para pemimpin-pemimpin mereka.  Maka berjalanlah dan saksikanlah; di seluruh permukaan bumi; bagaimana kesudahannya, jika manusia memiliki pola dan cara berfikir sebagaimana orang-orang 'sombong' yang di kisahkan Al qur'an, bagaimana perilaku mereka, bagaimana penentangan mereka, bagaimana kesombongan mereka. Semua itu menjadi bahan pelajaran buat kita semua, agar kita senantiasa introspeksi diri.
Setiap perbuatan manusia sangat tergantung kepada hati; apa-apa yang di rahasiakan , yang menjadi niat dalam melakukan 'aksi'nya. Hanya dia dan Allah yang mengetahui. Ketika kita melihat tampilan di layar kaca sulit bagi kita untuk mengetahui 'niat' mereka untuk apakah; Betulkah karena alasan membela kepentingan 'kebenaran' wahyu atau hanya untuk membela kepentingan mereka sendiri ?.. Allah telah memperingatkan dengan tegas dan mengancam kepada setiap pelaku 'aktor' yang terlibat di dalamnya, apa akibatnya jika mereka hanya menuruti hawa nafsu mereka saja. Apalagi mengatas namakan Islam, mengatas namakan 'kebenaran' Islam. Allah maha tahu isi hati mereka.   Maka selanjutnya, jika kita melihat tontonan tersebut, sebaiknya kita kembalikan semua pada Allah. Dengan senantiasa memohon kepada ampunannya. 
"Lha..Jangan-jangan saya pun terjangkit strain virus '˜kesombongan' model seperti itu". "Waduh?!?. ". Astgfirulloh hal 'adzhiem.

SEKIAN
Maka kebenaran seperti apakah yang kemudian kita perjuangkan"?.
Apakah kebenaran kemudian membawa kebaikan ?.
Apakah kita telah merasa seperti nabi Ibrahim atau nabi Khidir yang memahami hikmah '˜kebenaran'..?.... Sehingga kemudian kita dengan 'sombong'nya berani menghilangkan nyawa manusia'?.  Bagaimana menjelaskan ini...?. Bersambung !.

Wasalam
arif