Disampaikan pada Majelis Dzikrullah
Oleh: Arif Budi utomo
Pengantar : Telah dikupas dalam kajian sebelumnya, Islam memberikan nilai atas setiap aktifitas yang ditujukan hanya karena Allah, sebagai aksi yang bernilai 'kebenaran'. Inilah ibadah dalam konsepsi Islam. Selebihnya akan tertolak. Mengapa begitu..?. Bagaimana kemudian dengan lainnya. Bagaimana menjelaskannya..?. Untuk itulah kajian ini dihantarkan.
Apakah ada bedanya..?
Sungguh sulit merangkai kejadian yang secara kasat mata merupakan fakta kekerasan. Bagaimanakah memaknai perangnya Muawiyah dan anaknya Yazid. Bagaimana dengan perangnya Ali bin Abu Tholib ra ?, Bagaimana dengan perangnya Siti Aisyah ra..?. Bagaimana menjelaskan posisi 'kebenaran' kedua pihak..?. Bagaimana menjelaskan bahwa perang diantara mereka bernilai ibadah bagi mereka ?.
Lebih jauh lagi, bagaimana dengan perang Salib ?. Juga dengan perang nya Arjuna dalam kisah Mahabarata?. Terus bagaimana keadaannya dengan perang-perang lainnya..?. Perang Dunia I dan II misalnya..?. Selanjutnya bergerak kepada situasi terkini; Lantas bagaimana kita menyikapi perang dan kekerasan yang melanda Negara-negara Islam akhir-akhir ini?. Bagaimana dengan kekerasan atas nama Islam..?. Apakah perang tersebut sama nilainya..?. Apakah kekerasan itu akan sama nilainya..?.
Sungguh faktanya; perang adalah kekerasan; kekerasan akan selalu mengusik rasa kemanusian , karena perang telah menimbulkan kesakitan; menghilangkan nyawa manusia, menghancurkan harta benda manusia, berikut serta peradabannya. Apakah yang sesungguhnya terjadi diantara mereka..?. Sungguhkah setiap perang akan bernilai..?. Apakah ada bedanya..?.
Marilah kita kaji dengan meluruhkan semua persepsi kita dahulu, kita endapkan semua pemahaman yang sudah kita peroleh sebelumnya. Mari kita kaji dengan jernih.
Kita pengamat sesungguhnya hanyalah melihat aksi atas sebuah gerakan manusia. Keseluruhan aksi tersebut menjadi sebuah kejadian yang nampak kepada kita, sebagai bentuk 'gambar' gerakan 'kekerasan'. Mengapa manusia mampu bergerak (baca; ibadah). Motivasi apa yang menggerakkan semua itu..?. Entitas apakah yang menyebabkan seluruh anggota badan manusia bergerak..?. Bagaimanakah memberikan makna dan nilai 'kebenaran' pada setiap aktifitas manusia tersebut.?.
Rantai gerak
Kehendak awal akan melahirkan NIAT dalam diri manusia. Niat akan menggerakan seluruh jiwa manusia yang secara bersama-sama menggerakkan raga. Gerakan raga menjadi sebuah aksi manusia. Rangkaian aksi akan menyusun sebuah kejadian-kejadian yang dapat kita maknai. Selanjutnya, rangkaian suatu kejadian akan menjadi fragmen-fragmen dalam kehidupan manusia. Akhirnya fragmen-fragmen tersebut dengan sendirinya menciptakan peradaban manusia itu sendiri. Selanjutnya kita pahami, ketika ,diantaranya bergulirlah rasa suka- duka, sedih-gembira, gagal-sukses, dan lain-lain. Semua dalam dinamika dualitas kehidupan manusia. Ketika terbuka jarak diantara dualitas tersebut; ketika itulah 'rahsa' manusia kemudian diaduk-aduk.
Maka jika kita urut terbalik; perdaban dilahirkan oleh aktifitas manusia; aktifitas manusia dilakukan oleh aksi setiap individu. Aksi ada karena ada gerakan dari manusia, gerakan muncul karena adanya niat. Niat ada karena kehendak manusia tersebut. Maka kehendak manakah yang benar..?. Mengapa dalam Islam setiap 'niat' (baca; ibadah) yang ditujukan kepada Allah menjadi sangat penting..?. dalam Islam Niat kepada Allah Menjadi landasan 'kebenaran' !. . Agama manakah yang mengajarkan hal ini selain Islam..?.
Postulat sebuah niat
Kita rasanya belum lupa pelajaran waktu SMP, saat Guru kita menjelaskan hukum-hukum tentang gerak yang kemudian kita kenal dengan HUkum Newton. Setiap benda bergerak berdasarkan gaya-gaya yang bekerja padanya. Bagaimana dengan manusia; gaya gaya apa saja yang bekerja padanya, sehingga manusia bergerak, beraktifitas, serta bagaimana akibatnya jika manusia membiarkan gaya-gaya tersebut bekerja pada dirinya. Marilah kita masuki; dengan kajian ini diharapkan kita akan mampu memaknai kembali; makna 'kekerasan', dan seperti apakah 'kekerasan' (baca; perang) yang bermakna itu.
Postulat Newton I : "Suatu benda (materi) akan tetap berada dalam diamnya atau tetap dalam geraknya sesuai dengan lintasan garis lurus selama tidak ada resultan gaya yang bekerja padanya".
Setiap benda memiliki gaya masing-masing. Bumi memiliki gaya gravitasi. Begitu juga setiap planet memiliki gaya gravitasinya. Ketika bersama-sama; maka benda-benda tersebut akan menciptakan suatu medan gaya; medan gaya inilah yang menciptakan resultan gaya, yang mengarahkan gerak benda-benda tersebut. Dengan kata lain Bumi bergerak akibat adanya gaya dari planet-planet yang secara bersama-sama menciptakan Resultan gaya, menciptakan medan gaya sehingga terbentuklah formasi tata surya kita dan formasi galaksi Bima Sakti. Akibat medan gaya yang ini, mengakibatkan Bumi tidak mampu lepas dari formasi tersebut. Maka Bumi akan bergerak terus mengikuti formasi tersebut. Sehingga Bumi akan terus begitu selamanya; sebelum ada Resultan gaya lain yang bekerja terhadap dirinya.
Maka ada beberapa pemahaman yang ingin saya hantarkan ;
- Benda hakekatnya adalah diam, sebelum adanya resultan gaya yang bekerja padanya.
- Benda hakekatnya tetap akan bergerak terus dalam lintasannya selama belum ada Resultan Gaya yang bekerja kepadanya.
- Benda hakekatnya akan tetap berada dalam medan gaya yang diciptakan antar mereka sendiri sebelum ada resultan gaya (energy) yang mendobrak medan gaya tersebut.
Pendekatan postulat inilah yang akan saya gunakan dalam menjelaskan, mengapa manusia harus menghadapkan niat nya hanya kepada Allah dalam setiap geraknya (baca; ibadah).
Manusia menetukan kehendak awal
Melalui pendekatan postulat tersebut, marilah kita analogikan bahwa harta , tahta (kekuasaan, ego, dll) , wanita (baca; syahwat), dan lain lainnya; sebagai planet-planet yang masing-masing yang akan menyusun diri menjadi sebuah formasi 'Tata Nafsu' (analogi dari Tata Surya) dalam Dimensi Matari. Maka sebagaimana halnya planet yang memiliki gaya ; Harta juga memiliki gaya tarik, Tahta juga memiliki gaya tarik, begitu juga Wanita (baca; syahwat), akan memiliki gaya tarik. Kesemuanya secara bersama-sama akan membentuk medan magnet. Membentuk sebuah resultan gaya. Resultan Gaya inilah yang akan mampu bekerja menarik benda apa saja. (Note; Dalam analogi selanjutnya resultan gaya inilah yang akan menarik; menggerakan jiwa manusia.).
Bagaimana resultan gaya materi tersebut bekerja pada manusia..?.
Manusia bergerak karena adanya niat. Niat ada karena adanya kehendak. Benda tidaklah diberikan kehendak bebas ; benda akan patuh kepada sunatulloh saja. Benda patuh kepada kehendak Tuhannya saja; sebagaimana Bumi. Sementara manusia sendiri diberikan kebebasan dalam memilih kehendaknya. Maka bagi manusia ; KEHENDAK inilah yang sangat fital dan sangat fatal akibatnya bila salah dalam menjatuhkan pilihannya.
Manusia ber-kehendak bebas ; manusia kemudian bebas menentukan pilihannya atas RESULTAN GAYA mana sajakah yang akan bekerja padanya, Semau manusia itu sendiri. Setelah manusia sudah menentukan kehendak awal (kepada selain Allah); misalnya kepada harta, tahta dan wanita (syahwat) maka resultan gaya dari materi tersebut akan menarik dan bekerja kepada Jiwa manusia. Mewujud menjadi NIAT (baca; daya), menjadi energy atau motif dalam geraknya (baca; ibadahnya). Dengan ini dapatlah dipahami bahayanya; karena 'daya' yang muncul karena proses ini sejatinya adalah daya dari alam materi. Begitulah proses kerjanya.
Dapat dikatakan bahwa sesungguhnya; Resultan gaya materi , tidak akan mampu bekerja pada manusia sebelum adanya KEHENDAK dari manusia itu sendiri padanya. (Tanpa kehendak manusia itu sendiri mereka adalah lemah). Manusia mengarahkan niatnya terlebih dahulu, baru kemudian resultan gaya materi akan bekerja. Setelah gaya bekerja maka akan mencip[takan 'daya' (baca; energi) bagi manusia untuk melakukan aksinya.. Inilah konsep bekerjanya gaya materi yang saya maksudkan.
Maka jika manusia secara sukarela; dan Jiwa menjatuhkan 'kehendak'nya; dengan membiarkan hanya Resultan Gaya MATERI yang bekerja padanya. Maka dapatlah dipastikan selanjutnya; Resultan Gaya Materi akan bekerja padanya, menggerakkan JIWA-nya, menggerak RAGA-nya, menjadi sebuah aksi gerak, menjadi sebuah aktifitas gerak; misalnya; peribadatan, gerak kekerasan dan lain sebagainya. Jika demikian; efek selanjutnya Jiwa akan tertarik ke medan magnet , medan gaya diantara materi ; terjebak disitu. Bahkan selanjutnya, bukan tidak mungkin ; Jika JIwa kemudian menjadi kesatuan dengan materi, membentuk formasi 'Tata Surya' dalam dimensi alam materi.
Niat yang menyiksa Jiwa
Dengan kata lain; resultan gaya materi akan meyeret Jiwa manusia ke dalam medan gaya diantara mereka.Setelah manusia memilih gaya tersebut pada dirinya. Situasi ini akan menyiksa JIWA-manusia. Menimbulkan kesakitan yang tak terperi dan tak berkesudahan. Karena hakekatnya Jiwa bukan berasal dari alam materi. Jiwa berasal dari alam yang dekat dengan Tuhan-nya..
Begitu sulitnya Jiwa lepas; Maka ketika Jiwa sudah tertarik masuk; Jiwa akan terus bergerak di medan materi, dalam medan gaya materi, dalam lintasannya; selama belum ada resultan gaya lain yang bekerja padanya. Yang mampu melepaskannya dari jebakan medan gaya materi tersebut. Yaitu sebuah Resultan gaya lain yang akan mampu bekerja padanya, yang mendobrak tarikan medan gaya materi yang mengelilinginya. (Pemahaman ini dalam Hindu melahirkan konsepsi REINKARNASI).
Maka siapakah yang mampu melepaskan Jiwa kita, lepas dari medan gaya materi; jika kita sudah dengan sukarela menetapkan kehendak kita, memilih kepada selain Allah (baca; syirik). Siapakah yang memiliki Hidayah itu ..?. (baca; resultan gaya). Itulah hukum kepastian.
Ketika Jiwa sudah terjebak dalam medan materi. Maka Jiwa tidak akan mampu kembali kepada TUHAN. Kondisi ini yang membuat Jiwa tersiksa. Selanjutnya untuk selamanya manusia akan masuk ke dimensi ‘materi’ yang kita kenal dengan istilah NERAKA. Baik itu sebagai 'neraka' di dunia, ataupun saat ketika Jiwa sudah mati di alam barzah atau di akhirat nanti. Pada semua alam tersebut; Jiwa sungguh akan tetap kesakitan, kondisi terkurung, terjebak, tersiksa dalam medan gaya materi.
Maka siapakah yang memiliki Hidayah itu ?. Siapakah yang mampu melepaskan manusia dari jebakan medan gaya materi. Jika tidak ada resultan gaya tersebut (baca; Hidayah), sungguh manusia akan celaka Jiwa akan aterus tersiksa. Tidak saja ketika diakherat nanti bahkan sejak masih di dunia pun JIWA akan tersiksa. Karena sekali lagi; hakekatnya JIWA bukanlah materi. Maka sadarilah dari awalnya, maukah kita menjerumuskan diri kita sendiri ke dalam medan gaya materi..?. Dan kita tersiksa di dalamnya..?. Merasakan 'jiwa tersiksa' di dunia maupun di akherat..?.
Dengan inilah kalimat tersebut kami ulang-ulang. Maka bukankah niat karena Allah sangat penting..?., Bukankah itu suatu kebenaran..?.
Terlihat jelas bedanya
Kembali kepada bahasan di awal, setelah kita kaji; bukankah sangat nyata bedanya bagi kita sekarang; antara orang yang ber-perang 'niat' karena Allah dan orang yang ber-perang karena nafsunya akan; harta, tahta dan wanita.(syahwat).?. Bagaimanakah kesudahannya bagi mereka. Sungguh kasihan orang-orang yang ber-perang karena nafsunya tersebut. Bukankah dengan ini kita menjadi lebih prihatin karenanya, Kita lebih kasihan kepada mereka yang melakukan kekerasan,; karena sejatinya mereka akan menyiksa dirinya sendiri. Mereka sesungguhnya paham dan tahu bagaimana niat mereka. Mereka hendak menipu Allah. Allah melihat tingkah laku mereka, sungguh kepastian akan datang kepada mereka; maka Allah Maha Keras siksanya kepada mereka itu?. Maka rencana siapakah yang lebih baik..?. Allah sebaik-baiknya pembuat rencana.
Kemudian sejalan dengan itu; Bagaimana kejadiannya; jika manusia menyembah kepada selain Allah, kepada berhala-berhala, kepada Dewa dewa atau kepada Tuhan-Tuhan mereka. Sama saja bagi mereka JIWA mereka akan masuk ke medan gaya antar mereka. Tidak mungkin mampu kembali kepada Penciptanya. Sesungguhnya Allah adalah Tuhanmu yang Maha Esa, Dia tidak beranak dan di peranakan, Tempat bergantung segala sesuatu. (QS; Al Ikhlas). Bagi Islam itulah Tuhan yang mutlak harus di sembah. Kepadanya kita mesti ber-ibadah.
Maka selanjutnya bagaimana memaknai perang-perang (baca; kekerasan) yang diulas dimuka; Bagaimana dengan perang Ali bin Abu Tholib dan perang-perang lainnya; kembalinya kepada kita semua untuk memaknai, sebab sesungguhnya; hanya Allah sendiri yang akan menilai 'kebenaran' diantara mereka. Hanyalah sebuah kepastian dari Islam; jika mereka di jalan Allah; yakinlah surga balasannya bagi mereka. Dan sesungguhnya merekalah yang bertanggung jawab bagi diri mereka sendiri.Mereka tidak akan dirugikan barang sedikitpun.
Maka bukankah niat karena Allah adalah sebuah kebenaran..?. Bukankah ini sebuah kesempurnaan..?.
Kebenaran dalam kesempurnaan
Marilah kita endapkan; Semua agama memang mengajarkan kebaikan. Namun sangat sedikit dari mereka mengajarkan kebenarannya. Ada diantara mereka mengajarkan kebenaran, namun sangat disayangkan, sangat sedikit yang mengajarkan kesempurnaan. Maka jika diantaranya ada yang mengajarkan semua itu; mengajarkan kebaikan, mengajarkan kebenaran, dan mengajarkan kesempurnaan. Itulah jalan yang lurus. Maka jika kita sudah menemukan itu; berpeganganlah kita dengan itu; karena, itulah tali yang kuat (shirotol mustakin), dan janganlah mudah dicerai beraikan.
Maka jika ada yang mengaku Islam; tapi tidak mengajarkan kebaikan; tidak mengajarkan kebenaran; tidak mengajarkan kesempurnaan; dan atau mereka meniadakan salah satunya. Yakinlah bahwa itu bukanlah ajaran Islam. Karena Islam hakekatnya adalah agama penyempurna agama-agama terdahulu. Bukankah kalau begitu ada kebenaran Islam pada agama lainnya (?). Sayangnya lagi banyak kemudian mereka tidak mengajarkan itu. Itulah kaum yang mendustakan agama. Biarkanlah mereka itu dalam makomnya masing-masing. Bukankah dengan begitu Islam itu menjadi Indah ..?. Walohualam.
SEKIAN
Wasalam
arif