Entri Populer

Senin, 14 Maret 2011

Kajian 06 Dengarlah Keluhanku



Disampaikan pada Majelis Dzikrullah
Oleh: Arif Budi utomo


Pengantar Tulisan ini menanggapi pertanyaan Sdr. Kadis-kadis; yang mengusung pertanyaan; 'Tolak ukurnya apa? Berbuat sesuatu itu bekerja karena daya nafsu atau daya dari Allah?'. Sekaligus juga menyambung pembicaraan dengan Bpk. Riano Putra per telpon. Di hantarkan dengan gaya bercerita, Insyaallah dalam beberapa tulisan.

Mengapa Begini Mengapa Begitu..?.
BLARR… RR… RR..!!.Bagai gelombang Tsunami yang menggilas kota Sindai di Jepang. Ketika air bah menerjang apa saja di hadapannya, menjungkir balikan yang menghadangnya; mobil-mobil terlempar kesana kemari, tak berdaya berada dalam genggaman, 'Tangan-tangan Tuhan!'. Begitulah kejadiannya; ketika sekelompok manusia bagai air bah menjungkir balikan apa saja di hadapannya, dengan tongkat di tangan dan teriakan 'Allahu Akbar..!'; menghancurkan apa saja yang menghadang; meja, kursi, botol-botol minuman, dan lain sebagainya. Manusia berlarian kesana kemari, seperti laron-laron berterbangan, dengan teriakan putus asa dan ketkutan. Sebagian bersembunyi dari kejaran, dan sebagian lagi dengan panik meloncat ke sungai. Keesokan harinya, banyak mayat mengambang, manusia tak bernyawa dengan baju setengah dada.
Di pojok yang tak terlihat, dalam ketakutan yang sangat, seorang nenek tua mendekap cucu laki-laki satu-satunya. Pekerjaanya hanyalah membantu anaknya membuka warung remang di situ. Tak lebih !. Sambil berusaha menutupi tubuh cucunya, dia berdoa kepada Tuhannya. "Ya Allah Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, lindungilah kami dari keganasan saudara-saudara kami sendiri, susupkanlah kepada mereka sifat kasih-sayang-Mu". Begitu erat dia memeluk, tiba-tiba sang cucu menyembulkan kepalanya di balik pelukan sang nenek. Menatap semuanya dengan mata kosong dan nanar. Gigi terkatup, gemeretak, menahan kemarahan yang tak mampu diungkapkannya. Dendam telah menggores hatinya, menyusup dan menggumpal. Perlahan dia mencoba melepas pelukan, disapu sekelilingnya dengan tatapan matanya yang liar, tangan terkepal. Sebuah niat telah dikukuhkannya, sebuah tekad dibulatkan, seperti menyiratkan sebuah rencana pembalasan di kemudian hari, saat dia dewasa nanti. Sungguh kisah yang telah mengusik peri kemanusiaan kita. Mhhh, Mengapa Begini..!?!.
Di ujung tempat yang lebih tinggi, seorang lelaki berjanggut panjang --sepertinya pemimpin serangan kali ini-- tengah memberikan aba-aba kepada anak buahnya. Dengan menghela nafas dia berdoa kepada Tuhannya, dalam hati 'Ya Allah, kami hancurkan manusia-manusia yang menebarkan kemaksiatan di muka bumi ini, kami ratakan bangunannya rata dengan tanah, demi tegaknya hukum-hukum Islam di muka bumi ini'. Maka dengan tekad bulat dia pun merangsak ke depan, menyerang apa saja, menghancurkan apa saja, menakuti perempuan-perempuan yang tidak bersenjata, dan juga anak-anaknya yang berada dalam warung. Sebuah tragedy kemanusian dengan lakon berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa...?. Mhhh, Mengapa Begitu..!?! .
Kepada Tuhan Yang Esa, mereka sama-sama memohon.. Kepada Tuhan Yang Esa mereka sama-sama berlindung.. Kepada Tuhan Yang Esa mereka sama-sama menyembah. Mengapa saling menyakiti?. Apakah ada yang salah?. Bukankah hanya takdir saja yang membedakan kapasitas mereka..?. Maukah mereka bertukar posisi..?. Bagaimanakah jika kemudian Allah menukar tempat mereka..?. Menukar jiwa-jiwa mereka satu sama lainnya..?. Bagaimana kejadiannya jika mereka bertukar rahsa..?. Apakah mereka mau saling berrtukar raga. Agar masing-masing mengerti bagaimana kejadiannya ketika Allah mempergulirkan rahsa diantara manusia. Bagaimana kesudahannnya ketika Allah membolak balikan hati diantara hamba-hamba-NYA.
Maukah kita menyerang dan diserang..?. Bila kita sudah pernah merasakan bagaimana 'rahsa'nya 'kesakitan' dan betapa 'ketakutannya' saat di dalam peperangan !?!. 
Seribu kali kucoba menghindari, seribu kali ku coba tak kembali. Namun mengapa tanya terus menggumuli sanubari. Sebuah pertanyaan hakiki; maukah manusia bertukar tempat, bertukar rahsa, dan digilirkan diantaraa mereka. Maukah yang kaya menggunakan raga si miskin..?. Maukah yang kuat berada pada raga yang lemah. Maukah manusia berada pada posisi 'rahsa' 'ketakutan' seperti yang dialami mereka itu..?. Agar mereka saling mengerti dan memahami perasaan ‘rahsa’ diantara itu. Sehingga mereka mau saling menyayangi. Maukah….?!?. Heh…hh. Sudahlah, jangan terlalu bermimpi dan banyak bertanya lagi..!.

Sebuah jalan memecah arah
Lelah sudah bertanya mengapa (?). Pikiran kemudian mencoba lagi, menelurusuri kisah-kisah di al-Qur’an yang dapat dijadikan referensi dalam memaknai kejadian tersebut. Aha..eureka..!. Bukankah kisah nabi Khidir dan Nabi Musa dapat kita jadikan pembelajaran. (Lihat QS; al-Kahfi 62-85).
Sebagaimana halnya Nabi Musa yang bertanya terus dengan tidak sabar kepada nabi Kidhir; Mengapa membocorkan perahu, mengapa membunuh pemuda, mengapa tidak mengambil upah saat mendirikan tembok. Bahkan mungkin saya akan bertanya dan terus bertanya lagi, dengan seribu pertanyaan yang sudah saya persiapkan; kepada orang-orang yang melakukan penyerangan !. 
'Mengapa kalian menyerang orang-orang lemah, mengapa tidak kalian rengkuh mereka, mengapa tidak kalian lindungi saja mereka, dengan kasih sayang dan ajak mereka kepada jalan yang benar?. Bukankah mereka juga muslim seperti kita?. Bukankah kita menyembah Tuhan yang sama?. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang !. Tahukah betapa kesakitan mereka, betapa mereka akan memendam perasan ‘dendam kesumat’ kepada Islam. Dendam yang akan terus melintas generasi diantara mereka.Bukankah anak cucu mereka pada saatnya nanti akan menuntut balas atas ‘kesakitan’ yang telah menimpa mereka?. Kita telah menyiapkan 'bom waktu' yang dahsyat untuk generasi selanjutnya setelah kita nantii!?!. Mengapa…mengapa..!?!. Teganya..teganya...!.
Maka akan kalian dapati bahwa sesungguhnya saya bukanlah orang yang sabar dan akan terus mengajukan pertanyaan itu. Meskipun harus berteriak. !?!.'
Namun semua tanya itu, kemudian sesaat luruh; (Sebagaimana nabi Khidir yang berkata kepada nabi Musa as). 
"Dia menjawab: Bukankah, aku telah katakan kepadamu, bahawa engkau tidak sekali-kali akan dapat bersabar bersamaku? " (QS; Al Kahfi 72 dan 75). 
Saya mengerti sudah, saya menyadari itu semua. Tak selayaknya saya bertanya, dengan melempar pertanyaan lagi. Saya tidaklah mungkin sabar bersama kalian. (yang menyerang). Maka sudah seharusnya saya mesti sadar. Jika berikutnya kalian juga berkata (sebagaimana nabi Khidir as kepada nabi Musa as);kepada saya; 
"Dia menjawab: Inilah masanya perpisahan antaraku denganmu, aku akan terangkan kepadamu maksud (kejadian-kejadian yang dimusykilkan) yang engkau tidak dapat bersabar mengenainya.’" (QS; Al Kahfi 78).

'Saya juga akan menyerah, saya akan berserah diri; hanya kepada Allah SWT saja saya akan bertawakal. Karena sungguh saya bukanlah orang yang sabar bersama kalian; dalam menyerang dan menimbulkan ketakutan orang lain'. Maka cukuplah bagi saya itu saja; karena saya tidak akan pernah paham akan argumentasi dan dalil-dalil yang digunakan untuk menguatkan tindakan tersebut. Tidak sekarang untuk saat ini. 'Saya berkata dengan sesungguhnya!'. 
Maka ketika saya menyerah; 'Kalian hanyalah berada dalam persepsi ‘kebenaran’ versi kalin saja!'. Sungguh saya pun sulit mengatakan itu. Bagaimana saya bisa mengerti, memahami dan memaknai tindakan itu. Apalagi bagi kita manusia biasa. 'Kalian bertindak atas nama Tuhan !'. (Mereka bertindak bak nabi Khidir as, yang telah diberikan ilmu oleh Tuhan-Nya. Sehingga di-ijinkan Tuhan untuk membunuh pemuda itu dan merusak kapal itu).'
Mungkinkah mereka (para penyerang) memiliki ilmu sebagaimana nabi Khidir as. Hingga mereka diijinkan Tuhan untuk merusak rumah-rumah, dan juga secara tak langsung kemudian menghilangkan nyawa manusia disitu (?).Mestinya mereka seperti itu, maka sudah selayaknya jika saya berbaik sangka kepada saudara se iman. 'Sesungguhnya mereka juga dalam upaya berjalan di jalan Allah dalam persepsi mereka'. Tidak ada yang mesti disalahkan dan diperbincangkan lagi. Semua menetapi jalan-Nya!. 

Menyusun langkah baru
Mereka yang melakukan penyerangan adalah saudara saya juga; saudara se-iman ?!?. Tidak mungkin saya ikut memusuhi mereka. Ya sudahlah.. Akhirnya sebagaimana nabi Musa as, yang  BERPISAH DENGAN NABI Khidir as. Keduanya; masing-masing mengambil jalannya sendiri-sendiri. Sayapun demikian halnya. Biarlah saling menghormati, jika benar kejadiannya seperti itu. Saya harus percaya itu!?!.. Sungguh saya juga tidak mengerti, karena keterbatasan ilmu saya. Jika Nabi Musa as, juga bertanya kepada nabi Khidir as, karena ketidak mengertian; maka maafkan saya jika sayapun melakukan hal yang sama dalam ketidak mengertian saya. 
Sudahlah!. Jika kita sama-sama berada di jalan Allah, maka kita adalah saudara. ‘Maka maafkanlah jika saya kemudian mengikuti risalah Ibrahim as dan Musa as , saja !.; yang kemudian disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW, ; karena ketidak mengertian dan kebodohan saya akan ilmu nabi Khidir as' Maka saya tidak berani di jalan kalian itu. 
Saya hanya mengerti, jika kekerasan tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rosululloh, dan juga para nabi-nabi yang diturunkan sebelumnya. Telah dikisahkan dalam  al-Qur’an; bagaimana Nabi Luth berhadapan dengan kaumnya --yang lebih parah dari sekarang ini. Suatu kaum yang mempraktekan homoseksual diantara masyarakat mereka; dan menjadikan homoseksual sebagai budaya dan perilaku mereka. Bagaimana ketika dalam berdakwah kepada kaumnya; . Tidaklah di kisahkan sedikitpun jika nabi Luth memaksakan atau menggunakan KEKERASAN kepada kaumnya itu. 
Ketika dengan kasih sayang dan dengan santunnya Nabi Luth mengingatkan kaumnya itu. Bahkan saking sayangnya kepada umatnya diberikanlah anak-anak putrinya untuk dikawini mereka, dengan maksud, agar mereka menghentikan perbuatan homoseksual. Subhanalloh !. Masih banyak kisah lainnya yang serupa dengan ini. Semua nabi mengalami penderitaan saat 'mengingatkan' kaumnya. Tidak satupun nabi yang melakukan kekerasan. Inilah fakta yang nampak di hadapan kita.
Begitu juga  al-Qur’an juga mengingatkan kepada kita;
' Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.' (QS; Al Anam 108).

'Jangan timbulkan dendam di dalam 'hati' mereka, diantara anak-anak mereka terhadap Islam; meskipun saat kita berdakwah !'. Itulah pesan Islam. Begitu santunnya Islam, dengan perkataanpun kita tidak boleh menyakiti siapapun, tidak boleh dengan kata-kata kasar, memaki atau semacam dengan itu. Sudah jelas, kita dilarang memaki sembahan-sembahan mereka, baik yang berupa; berhala, harta, tahta, wanita, minuman, uang atau apapun bentuk sembahan mereka itu. Apalagi dengan kekerasan !.
Meskipun dengan alasan dakwah sekalipun. Meskipun kepada penyembah berhala sekalipun. Meskipun kepada pezina sekalipun. Meskipun kepada orang berdosa sepenuh dunia sekalipun. Kita dilarang memaki dan berlaku kasar, apalagi menggunakan dengan kekerasan tanpa hak tanpa ijin-NYA. Begitu takutnya semua dengan Allah swt akan hal ini. . Inilah hukum Allah swt. DIA mensifati dirinya dengan sifat KASIH SAYANG. Seluruh alam semesta dalam liputan kasih sayang-NYA. Siapakah yang berani menganiaya hamba-hamba-NYA tanpa se-ijin-NYA. Apakah kita sudah mendapatkan ijin-NYA.?. Apakah kita sudah mampu merasakan 'daya' Allah yang bekerja pada diri kita..?. (sebagaimana kisah perang Badar). 
Maka biarkanlah Allah sendiri yang menghukum hamba-hamba-NYA, begitulah kisah yang diajarkan dan diceritakan dalam  al-Qur’an. Sesungguhnya Allah-lah Raja manusia, hakim antar manusia. Maka seyogyanya; marilah kita jadi hakim atas diri kita saja. Menjadi hakim yang adil atas diri kita sendiri, yang jujur dalam menilai perilaku kita sendiri. 
Selanjutnya tugas kita hanyalah nasehat menasehati; memberi peringatan dan khabar gembira bagi orang-orang yang berkeinginan mendengarkan petunjuk. 
'Dan jika kalian memiliki ilmu (pengetahuan) sebagaimana nabi Khidir as, sungguh kalian adalah kaum yang dilebihkan atas kaum yang lain'. Maka dengarkan saja keluhanku ini. Seperti angin yang berlalu. Diantara ada dan tiada. Maka ijinkanlah saya belajar; sebagaimana halnya dikisahkan nabi Musa as, yang belajar kepada Nabi Khidir as'. Wallohualam

wasalam\\
arif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar